Right Button

test bannerSELAMAT DATANG DI WEBSITE KAMI "HARIAN BERITA MINANGKABAU SUMBAR NEWS"PEMBACA SETIA KAMI"HADIR UNTUK ANDA MASYARAKAT SUMBAR DENGAN BERITA TERBARU TERKINI PERISTIWA POLITIK EKONOMI SOSIAL ADAT BUDAYA MINANG SUMBAR DAN BERITA NASIONAL" KRITIS-OPTIMIS-TERDEPAN, PASANG IKLAN USAHA DAN UCAPAN SELAMAT " ANDA DISINI-Alamat Kantor Redaksi JL.Kel.Seberang Palinggam No.10A Kecamatan Padang Selatan Kota Padang-Sumbar HUB:081267663887

Harga Bahan Pokok Naik,Kerja Makin Sulit: Hidup Makin Sempit ditengah Ekonomi yang Makin Menghimpit


            Catatan Redaksi Sumbar :MKSN.Selasa          
(14/10/2025) Alri


(MKSN) SUMBAR--Informasi yang Beredar beberapa waktu belakangan ini, media sosial penuh dengan isu-isu ataupun berita-berita tentang kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja. PHK dimana-mana, pengangguran semakin banyak, dan aktivitas perekonomian masyarakat juga tersendat. 


"Banyak dari omongan  Masyarakat beredar dari mulut ke mulut yang mengatakan bahwa "sekarang serba mahal ya, cari kerja juga susah dan Sulit.Selasa (14/10 2025)


Kalimat sederhana ini menggambarkan perasaan banyak orang tentang kehidupan mereka sehari-hari yang lelah, serba susah, dan bingung bagaimana caranya mereka bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang terasa semakin berat dari hari ke hari di 2025-2026 ini.


Mereka mengharapkan janji-janji dari pemerintah yang katanya menyediakan jutaan lapangan pekerjaan malah kenyataannya lapangan pekerjaan itulah yang menghilang perlahan. Kondisi ini diperparah oleh kenaikan harga barang-barang pokok yang justru membuat beban masyarakat semakin berat. 


Fenomena melemahnya daya beli masyarakat sudah menjadi sinyal yang tak bisa diabaikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan per April 2025 tercatat sebesar 1,95%, didorong oleh kenaikan harga pangan dan transportasi. 


Meski secara angka inflasi ini masih dalam batas aman, nyatanya di lapangan harga-harga kebutuhan pokok Seperti Beras,telur,Cabe,Bawang dan Kebutuhan Lainnya naik cukup signifikan. Ketika harga barang pokok naik tapi malah tidak diimbangi dengan kenaikan Upah gaji UMR yg rendah itulah yang membuat ruang gerak ekonomi rumah tangga otomatis makin sempit dan terhambat.


Indonesia -di Daerah sekarang sedang berada pada masa bonus demografi, yaitu masyarakat usia produktif lebih banyak dari usia masyarakat yang tidak produktif. Ini harusnya dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, karena menjadi kesempatan emas untuk menggerakan perekonomian negara guna mewujudkan Indonesia Maju Ekonomi tetap Stabil di Masa Datang 2025-2030 Nanti. 


Tapi kenyataannya tidak, bukannya semakin memperbanyak lowongan pekerjaan pemerintah malah mempersempit ruang pekerjaan. Berdasarkan data dari BPS pada Februari 2025 jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 4,76%, dan bahkan per Mei 2025 jumlah PHK di Indonesia mencapai 26.466 orang. Ini merupakan kondisi yang memprihatinkan, di saat usia produktif melimpah justru PHK dimana-mana yang malah membuat pengangguran semakin banyak.

 Oleh Al : Pimpinan Redaksi Minangkabau   Sumbar News.com

Kondisi ini menjadi semacam "jebakan tekanan" bagi masyarakat. Saat penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, mereka terpaksa berhemat dan bersyukur meratapi nasib betapa kerasnya hidup di negeri ini. Mereka sudah berusaha, tetapi memang mencari pekerjaan tidak semudah membalikan telapak tangan. 


Jangankan SMA/SMK Lulusan S1 saja bahkan kesulitan untuk mencari pekerjaan, banyak dari mereka yang membanting setir ke berbagai sektor yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya. Ini bukan masalah gengsi, ini adalah tekanan yang mau tidak mau mereka harus jalani untuk bisa tetap memenuhi setidaknya kebutuhan pokok mereka sehari-hari. 


Masa depan bangsa kini melangkah berjalan tanpa arah. Di kota besar,Daerah,Kabupaten maupun desa kecil, makin banyak orang yang hidupnya hanya untuk bertahan, bukan berkembang. Mereka tidak butuh banyak janji, hanya ingin kehidupan yang layak: bisa makan cukup, punya pekerjaan tetap, dan masa depan yang sedikit lebih pasti.


Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya dari penyaluran bantuan sosial, pelatihan kerja, hingga pembukaan kawasan industri baru. Tapi tantangan utama tetap pada soal eksekusi dan sasarannya. Apakah bantuan benar-benar sampai ke masyarakat yang paling membutuhkan? Apakah lapangan kerja yang dibuka sesuai dengan kebutuhan dan keterampilan masyarakat? Dan apakah bantuan itu benar-benar dinikmati orang yang tepat?


Kita tidak sedang bicara soal pertumbuhan ekonomi di atas kertas. Kita bicara tentang isi dompet para ibu rumah tangga, tentang pelamar kerja yang menanti panggilan kerja, dan tentang anak muda yang mulai ragu akan masa depannya. Karena itu, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus mendengar suara dari bawah bukan hanya laporan resmi dari atasan, tapi juga keluh kesah yang selama ini mungkin tenggelam dalam harapan angka-angka makro. 



Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat, seperti subsidi harga pangan yang tepat sasaran, perluasan program padat karya, pelatihan kerja berbasis potensi wilayah, serta dukungan nyata untuk UMKM agar bisa terus menyerap tenaga kerja. Selain itu, investasi juga harus diarahkan ke sektor Padat karya dan Lainnya.


"Disamping bukan hanya teknologi tinggi yang minim penyerapan tenaga kerja. Reformasi data penerima bantuan dan pencari kerja juga harus dilakukan agar setiap bantuan dan kebijakan benar-benar sampai ke orang yang membutuhkan diringi Transparansi Publik, bukan sekadar angka di laporan Saja.


*Menurunnya daya beli dan meningkatnya pengangguran adalah dua sisi dari koin yang sama, keduanya harus ditangani bersamaan, dan dengan cara yang saling menguntungkan bukan merugikan hal tersebut. Karena pada akhirnya, ekonomi bukan sekadar urusan angka statistik saja Yang Jelas tapi Hajat hidup Orang Banyak. (Al)


Posting Komentar

0 Komentar

Kami Hadir Untuk Pembaca Mediaonline Minangkabausumbarnews.com - Berita Lugas, Aktual dan Kritis Untuk Masyarakat Sumatera Barat