JAKARTA--Dorongan pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka masih berjalan dengan senyap, meskipun surat yang diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI belum dibacakan oleh DPR RI. Pengamat politik Abdul Hamid mengatakan, usulan pemakzulan Gibran sebagai wakil presiden meskipun secara isu timbul tenggelam, tapi dalam konteks yang lebih besar sebetulnya masih sejalan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari isu dugaan ijazah palsu ayahnya Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Visi Indonesia Strategis ini menjelaskan, ada beberapa pihak yang diuntungkan dengan kedua isu tersebut, dan terus mengelolanya untuk melemahkan Gibran dan Keluarga Solo. diantaranya pihak di internal koalisi pemerintahan yang tidak suka terhadap Gibran dan Keluarga Solo mereka membawa cukup banyak Menteri di Kabinet hingga berbagai posisi penting di BUMN.
“Kan banyak bawa gerbong Geng Solo di koalisi pemerintahan, pasti ada yang tidak suka. Ada friksi dalam internal koalisi pemerintahan. Dengan kedua isu ini di-maintenance, maka proses pelemahan terhadap Gibran dan Keluarga Solo bisa terjadi,” papar Hamid kepada Media Nasional.
Selain itu keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti, atau pengampunan hukuman, terhadap Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus hukum suap Harun Masiku menjadi polemik dan membuat kabar muncul ketegangan baru antara Prabowo dan Jokowi.
Apalagi usai pemberian amnesti Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang juga Ketua Harian Partai Gerindra, mengunggah momen kebersamaannya dengan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Unggahan tersebut memperlihatkan beberapa foto suasana hangat pertemuan antara sejumlah tokoh penting.
Terlihat, Dasco hadir bersama Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang juga merupakan kader Partai Gerindra. Sedangkan Ketua Umum PDIP Megawati di damping putrinya yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani serta Putranya Prananda Prabowo yang juga salah seorang Ketua DPP di partai berlambang kepala banteng moncong putih.
Tak hanya itu pemutihan berupa abolisi diberikan Presiden Prabowo pada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dalam kasus impor gula. Tom yang merupakan garda terdepan Anies Baswedan saat menjadi Capres di Pemilu 2024 dan dikabarkan tidak disukai gank Solo dan Keluarga Jokowi ini akhirnya bebas dari vonis hakim 3,5 tahun kurungan, menjadi genderang untuk terus mendorong pemakzulan Gibran dalam senyap politik.
Selain itu keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti, atau pengampunan hukuman, terhadap Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus hukum suap Harun Masiku menjadi polemik dan membuat kabar muncul ketegangan baru antara Prabowo dan Jokowi.
Apalagi usai pemberian amnesti Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang juga Ketua Harian Partai Gerindra, mengunggah momen kebersamaannya dengan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Unggahan tersebut memperlihatkan beberapa foto suasana hangat pertemuan antara sejumlah tokoh penting.
Terlihat, Dasco hadir bersama Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang juga merupakan kader Partai Gerindra. Sedangkan Ketua Umum PDIP Megawati di damping putrinya yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani serta Putranya Prananda Prabowo yang juga salah seorang Ketua DPP di partai berlambang kepala banteng moncong putih.
Tak hanya itu pemutihan berupa abolisi diberikan Presiden Prabowo pada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dalam kasus impor gula. Tom yang merupakan garda terdepan Anies Baswedan saat menjadi Capres di Pemilu 2024 dan dikabarkan tidak disukai gank Solo dan Keluarga Jokowi ini akhirnya bebas dari vonis hakim 3,5 tahun kurungan, menjadi genderang untuk terus mendorong pemakzulan Gibran dalam senyap politik.
Disisi lain Ketua Kelompok DPD di MPR RI Dedi Iskandar Batubara menyampaikan usulan pemakzulan terhadap Wapres Gibran secara Konstitusi dimungkinkan. Meskipun aturan tersebut di UUD 1945 tertulis cukup ketat dan penerapannya tidak mudah, namun menurutnya pemakzulan bisa saja terjadi bila dinamika politik menghendaki hal itu.
“Kita pernah alami pemakzulan terhadap Presiden, seperti dialami Bung Karno, Pak Harto dan Gus Dur. Semuanya lebih pada proses politik, dinamika politik menghendaki saat itu menghendaki pemakzulan. Pemakzulan saat itu bukan karena mereka melanggar Konstitusi,” papar Dedi.
Menurut Senator dari Sumatra Utara ini, proses politik bisa saja menimbulkan keputusan berbeda dari apa yang tertulis di Konstitusi secara normatif. Walaupun, katanya, antara dinamika politik dan aturan di Konstitusi bisa saja dihubungkan. Apalagi, usulan pemakzulan ini datang dari Forum Purnawirawan TNI yang mengharapkan adanya perbaikan dalam proses ketatanegaraan.
“Jadi usulan pemakzulan terhadap Gibran, sepanjang norma di Konstitusi bisa dipenuhi, dan pada waktunya secara politik dilanjutkan pembahasannya, mungkin saja. Apakah kemudian terjadi pemakzulan atau tidak itu persoalan lain. Jadi usulan pemakzulan ini normal dan memang mesti didiskusikan lebih lanjut,” paparnya.
Terkait sikap DPD, Dedi menyampaikan, hingga saat ini belum ada pembahasan apapun yang mengarah pada pengambilan Keputusan. Karena, usulan tersebut masih di DPR. Namun, katanya, bila usulan ini sudah di MPR, DPD pasti akan membahasnya.
“Kalau pemakzulan ini terus berlanjut hingga bolanya di MPR, tentu kita kelompok fraksi DPD di MPR akan membahasnya lebih lanjut lagi. Sekarang belum ada pembahasan dan keputusan apapun,” ungkapnya.
Direktur Visi Indonesia Strategis Abdul Hamid menilai wacana Ijazah palsu Jokowi dan pemakzulan putra sulungnya Wapres Gibran, ditambah manuver genk Solo bisa membuat kerenggangan hubungan antara Presiden Prabowo dan Jokowi. kondisi ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak, dan sentimen publik yang sudah hampir tidak mempunyai respek terhadap Jokowi hingga berdampak kepada berbagai serangan terhadap Gibran.
“Gibran digoyang-goyang untuk ditaruh di IKN, ditaruh di Papua, ini semua masih satu blok gelondongan yang bikin pusing Gibran biar ga leluasa,” ucapnya.
Selain itu, menurutnya isu isu menyerang juga sebagai alarem bagi Gibran agar tidak semena mena, serta nyelenah saat membuat program dan muncul di publik. Mengingat sejak dilantik Gibran sering muncul dengan berbagai kontroversi baik dari pernyataan hingga penampilan, seperti baju dengan logo ‘One Peace’ yang saat ini sedang ramai dan menjadi polemik
“Kan Gibran baru dilantik dia langsung lari kenceng untuk bersolek membangun citra. Dengan isu ini ngerem untuk ingetin Gibran termasuk bapaknya,” jelasnya.
Terkait kemungkinan usulan pemakzulan ini berlanjut di DPR, apalagi terdengar desas-desus parpol koalisi pemerintahan setuju untuk membahasnya, Hamid mengatakan, hal tersebut sangat bergantung pada persetujuan Presiden Prabowo.
“Bisa sangat mungkin terjadi, tentu melalui persetujuan Presiden Prabowo. Peluangnya ada, walaupun panjang. Tapi, namanya politik, peluang, ya, tetap peluang. Kalaupun berhasil menurunkan Gibran di enam bulan terakhir, why not,” jelasnya.
Paling tidak, menurutnya, ketika terjadi pemakzulan maka secara moral politik Gibran akan merosot dan tidak bisa mencalonkan di Pilpres 2029. Seperti halnya saat laporan pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie yang ditolak MPR hingga membuatnya gagal maju lagi menjadi calon Presiden.
Sementara itu Ketua Kelompok DPD di MPR RI Dedi Iskandar Batubara berpendapat, terkait peran dan tugas Wapres Gibran saat ini, Dedi melihat, ada anggapan Sebagian masyarakat kalau Gibran belum maksimal dalam melakukan tugasnya. Bahkan, katanya, publik melihat cenderung negatif terhadap Gibran.
“Masyarakat melihat mestinya Wapres equal dengan Presiden, equal dalam berbagi tugas. Wapres ini dianggap tidak mampu jika diserahkan tugas kenegaraan, jadi dianggap tidak equal,” papar Dedi.
Padahal, katanya, Presiden dan Wapres adalah suatu kesatuan tak terpisahkan, atau Dwi Tunggal. Ketika, Presiden menyerahkan tugas kenegaraan, maka Wapres harus mampu menanggung tanggung jawab tersebut.
“Itu harapan publik, bagaimana Wapres bisa equal dengan Presiden.
(Dikutib:Dari Media Nasional)
0 Komentar