Right Button

test bannerSELAMAT DATANG DI WEBSITE "MINANGKABAU SUMBAR NEWS"

Pengamat Geopolitik: Penyempurnaan Otonomi Daerah Harus Menyeluruh Dan Lengkap


Jakarta-Gagasan Anies Baswedan tentang penguatan otonomi daerah pasca-pelaksanaan praktek otonomi daerah di era Reformasi, belumlah menunjukkan kondisi yang ideal. Masih banyak yang harus dibenahi.  Anies hanya mengkritisi simptom atau gejalanya saja tapi mengabaikan secara  patologis yang jadi akar penyakitnya.

Pengamat Geopolitik yang juga Direktur Global Future Institute  Hendrajit  menyatakan hal itu kepada KBA News, Jum’at, 23 Mei 2025 menanggapi pernyataan Mantan Gubernur  DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam ceramahnya di dalam Forum Srawung Demokrasi yang digelar Pusat Studi dan Advokasi Demokrasi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta beberapa waktu lalu, Anies menyatakan, pentingnya menjaga semangat desentralisasi. Dikatakannya pula, dalam negara sebesar Indonesia otonomi daerah adalah keniscayaan.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  itu menambahkan, jika pembangunan setiap kabupaten dan kota harus dikonsultasikan apalagi disusun oleh Pusat, maka dikhawatirkan  aspirasi warga di daerah tidak akan terakomodasikan. “Karena itu, tidak bisa lain, otonomi daerah merupakan solusi yang terbaik”: kata Anies dalam acara yang berlangsung secara daring lewat zoom itu.

Namun, mantan Rektor Paramadina itu juga mengingatkan adanya tantangan besar dalam pelaksanaan otonomi, terutama setelah lahirnya RUU Cipta Karya (Omnibus Law) , yang menurutnya, terlihat kesan dan praktek, lewat UU itu, pemerintah kembali menarik banyak wewenang ke Pusat setelah sebelumnya dilimpahkan daerah.

Menurut Hendrajit, setelah berjalan seperempat abad, era Reformasi yang ditandai dengan tumbangnya Orde Baru itu mengakibatkan terjadinya pelemahan sistem kenegaraan. Walaupun ada lembaga-lembaga kenegaraan yang baru dibentuk, seperti KPK, MK dan DPD tetapi belum membuat keadaan lebih baik,  justru melahirkan tiga penyakit kronis yang bersifat pandemik.

Pertama, era Reformasi melahirkan sistem politik yang koruptif di semua tingkatan, baik pusat maupun daerah. Sistem politik yang koruptif itu tidak sebatas dalam hal gratifikasi atau suap. Melainkan mindset atau cara pandang yang melekat pada jabatan yang disanďangnya. Bahwa menyalahgunakan kekuasaan itu sah-sah saja malah suatu keharusan. Bahkan jadi dasar kriteria merekrut elit-elit politik,” kata  mantan wartawan senior itu.

Kedua, kata pengarang buku yang produktif seperti Perang Asimetris dan Skema Penjajahan Gaya Baru dan buku yang terbaru Neokolonialisme AS di Asia,  Perspektif Indonesia itu, produk hukum dan perundang undangan nasional sengaja dibuat untuk bisa memberikan keuntungan bagi kalangan tertentu. Kalau bukan melayani kepentingan korporasi global tentunya melayani konglomerasi lokal yang berwatak komprador.

Ketiga, kata laki-laki yang sangat aktif di media sosial itu, kearifan lokal tidak menjadi fondasi, pedoman dan tuntunan, dalam menghadapi skema neokolonialisme berbasis kapitalisme global, yang menunggangi arus globalisasi pasca perang dingin akhir 1980-an dan awal 1990-an.  Justru sebaliknya menjadi pendukung bagi berkembangnya semua itu.

Atas dasar itu, tambahnya, maka kekhawatiran Anies yang hanya sebatas soal keberlangsungan otonomi daerah, menjadi tidak relevan. Karena dalam sistem politik yang koruptif di semua tingkatan, elit pusat dan daerah sama-sama berpotensi dan berpeluang menyalahgunakan kekuasaan. Bukankah elit elit politik daerah kerap disebut raja-raja kecil?

Mereka menguasai semuanya, membentuk oligarki di tingkat lokal, menguasai sumber-sumber daya ekonomi dan dalam setiap suksesi kepemimpinan daerah yang maju dan menang biasanya yang mempunyai hubungan dengan penguasa sebelumnya. Memang mereka tidak boleh maju lagi karena pembatasan periode maksimal dua kali, lalu mencalonkan anggota keluarganya. Karena menguasai sumber daya ekonomi maka mereka kemungkinan besar menang di Pilkada. (***)

Posting Komentar

0 Komentar

Kami Hadir Untuk Pembaca Mediaonline Minangkabausumbarnews.com - Berita Lugas, Aktual dan Kritis Untuk Masyarakat Sumatera Barat