(MKSN) JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah mengkaji skenario fiskal yang menentukan masa depan industri rokok di masa mendatang, setelah bertahun-tahun dihantam lonjakan cukai.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto dua pekan lalu, mengaku kaget dengan tingginya cukai rokok yang telah mencapai 57%.
“Tinggi amat, Firaun, lu? Banyak banget,” ungkap Purbaya, merespons salah satu pembahasan internal bersama pejabat Kementerian Keuangan, yang merumuskan dan menjalankan program terkait pajak dan cukai.
Dalam sesi Media Briefing yang digelar pada Jumat (19/9) kemarin, Purbaya mengatakan kementerian mengkaji kembali bagaimana dampak kenaikan maupun penurunan cukai rokok, terutama bagi angka penyerapan tenaga kerja.
Purbaya menambahkan, industri rokok akan semakin berkembang di Indonesia jika cukainya diturunkan. Di sisi lain, ia mengakui bahwa kenaikan cukai rokok berperan vital dalam menekan konsumsi rokok.
Namun dalam praktiknya, kata Purbaya, upaya menurunkan konsumsi rokok belum diikuti oleh mitigasi yang cukup, dalam mengatasi lonjakan pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri rokok—yang berhasil menyerap 5,98 juta orang pada 2023.
“Selama kita tidak bisa punya program untuk menyerap tenaga kerja yang menganggur, industri tidak boleh dibunuh,” jelas Purbaya.
Purbaya juga menyampaikan rencana untuk bertemu dengan pelaku industri rokok, untuk mendengar secara langsung tantangan industri rokok—yang juga menghadapi pertarungan dengan peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai.
“Saya akan ke Jawa Timur ya, akan ngomong sama industrinya. Akan saya lihat seperti apa sih, turun apa enggak (cukai rokok). Kalau misalnya enggak turun tapi pasar mereka saya lindungi,” imbuh Purbaya.
Salah satu produsen rokok terbesar asal Jawa Timur seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dalam laporan idnfinancials.com sebelumnya, memang tengah menghadapi tantangan atas melonjaknya cukai rokok dalam 5 tahun terakhir.
Direktur Gudang Garam, Heru Budiman, menilai lonjakan cukai rokok memang turut mendorong kemunculan produk baru dengan harga yang lebih murah di pasar domestik.
Menghadapi tantangan itu, kata Heru, Gudang Garam kini terus menambah varian produk rokok baru, dengan harga yang lebih mudah diserap oleh konsumen menengah ke bawah seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT).
“Kami di 2024 sudah mengeluarkan dan memperbesar varian produk dalam segmen SKT, sehingga bisa berpartisipasi memenuhi permintaan dari orang yang mencari rokok dengan harga lebih murah,” jelas Heru, dalam paparan publik 11 September 2025.
Kinerja laba Gudang Garam pun anjlok 81% menjadi Rp981 miliar pada 2024, jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp5,3 triliun.
Tekanan pada profitabilitas itu, juga dialami oleh PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Laba bersih HMSP turun 17,92% pada 2024 menjadi sebesar Rp6,64 triliun.
Namun di tengah penurunan itu, HMSP tetap konsisten membagikan dividen tunai sebesar Rp6,53 triliun, setara 105,05% dari laba bersih 2024.
Menurut data IDNFinancials.com, harga saham Gudang Garam telah melesat lebih dari 22% sejak Purbaya dilantik sebagai Menkeu—menyusul ekspektasi positif dari pasar terhadap kebijakan cukai bagi industri rokok. (***)
0 Komentar